Sabtu, 09 April 2011

Pak Anton, the Pedicab Man

Malam minggu, 9 April 2011
Saya dan pacar saya ceritanya mau cari alternatif malam mingguan. Jadi, acara pertama adalah makan di angkringan tugu alias kopi joss gandoss etek ewer, tapi saya malah pesan tape panas dan pacar saya malah pesan susu jahe (korelasinya adalah...), dan kami entah kerasukan apa jadi punya nafsu makan yang oke mengalahkan anak malas makan yang dikasih semacam Curcuminoid, kami menghabiskan masing-masing 2 bungkus nasi kucing (biasa toh...?). Lanjut masih ada 5 tempe goreng tepung, 3 buat pacar saya, 2 buat saya (masih normal juga), lalu masih dilanjut 2 sate sapi, 2 sate keong, 3 sate kikil, 1 sate usu, 1 kepala ayam, oke, asal tahu saja, itu banyak banget. Ditambah, minuman saya yang berisi (tape panas, air gula panas ada tapenya, tape ketan pula. Kalau mau ikut kata iklan "Aku Bisa" itu, karbo lauk karbo, atau mungkin di kasus saya, karbo minum karbo).
Merasa kenyang (atau lebih tepatnya kekenyangan), kami lanjut. Nongkrong di dekat perlintasan kereta api, terkesima dengan palangnya yang otomatis membuka dan menutup sendiri kalau ada kereta yang melintas, dan kami memutuskan putar-putar Malioboro menggunakan becak. Lantas kami mencegat (bukan, bapaknya udah ngejogrok dari tadi di belakang kami) bapak becak. Kami bilang mau putar-putar, biayanya berapa ya? Bapaknya bilang "tigang dasa" alias tiga puluh ribu. O... ayo saja. Naiklah kami ke becak bapak itu, mulai mengitari Jalan Malioboro, dengan sedikit malu karena belum pernah kami naik becak, desak-desakan pula (si mas sebelah saya badannya besar ya, tolong catat).
Bapaknya tanya kami orang mana, kami bilang "kuliah di sini kok, Pak. Mau main saja, putar-putar." Dan si bapak cuma tertawa. Masuk ke area Alun-alun utara, wah, tetap ramai seperti pasar malam.
"Ini alun-alun utara, Mas, Mbak." Kami tersenyum, karena kami memang sudah tahu, tapi saya salut, ada nada bangga di suara bapak itu, padahal dia orang Jawa Timur loh. Hahahaha
Kemudian menyusuri jalan (saya lupa) dan kami mulai masuk daerah Dagadu, kami memilih lanjut walau bapaknya mempersilahkan kami untuk turun dan melihat-lihat. Tak berapa lama, sampailah di Kauman, lalu PKU dan Sarkem.
"Pak, jam segini udah keluar belum (itu, tau kan?)" yang tanya pacar saya.
"O, sudah, Mas, tapi paling di gang itu, kalau makin malam baru mulai keluar ke jalan ini."
Kami berbelok dan akhirnya tiba di tempat semula, "Mau turun di mana, Mas?"
"Tempat yang tadi saja, Pak."
Begitu sampai, kami turun, tapi foto-foto dulu, dan yang foto ya bapak becak itu, pakai kamera DSLR pula ,"Saya nggak bisa pakainya, Mas."
"Boten napa-napa, Pak."
Setelah diajari, si bapak bisa pakai itu kamera dan memotret kami. Lalu, kami bayar bapak itu, 50.000, tambahan ucapan terimakasih karena mengenalkan daerah yang tidak kami kenal, dan saya rasa bapak itu berhak mendapatkan lebih dari tarifnya. Kamu lalu pamit
"Matur suwun, Mas, Mbak, kalau mau putar-putar lagi, sama saya saja."
"Naminipun, Pak?"
"Pak Anton, itu ada di becak saya."
Terimakasih bapak, sudah menemani kami keliling dan tanpa sadar mengajari untuk sabar dan terus berusaha saat sedang mengalami masa sulit..."


_ciki_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar